Simalungun !!!! Kompakonline.com – Publik kembali dikejutkan oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang mencoreng pelayanan Polri.
Satpas Satlantas Polres Simalungun kini berada di tengah badai kritik setelah muncul laporan bahwa biaya pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) melambung tidak masuk akal, seolah ada “tarif gelap” yang berjalan di balik meja.
Penelusuran awak media pada Kamis ( 20 / 11 / 2025 ) menemukan fakta yang membuat dahi berkerut.
Seorang warga Sinaksak, Tapian Dolok, berinisial JH mengaku dipaksa merogoh kocek Rp850 ribu hanya untuk mengurus SIM B1 Umum. JH menyebut proses pengurusan terasa seperti “wajib bayar” jika ingin urusan cepat selesai.
Keluhan JH bukan satu-satunya. Dua pemuda lain juga menyebut tarif di Satpas bak “harga pasar gelap”. Mereka mengaku dikenakan biaya Rp.450 ribu untuk SIM C dan Rp.500 ribu untuk SIM A—nilai yang jauh dibanding tarif negara.
Padahal, aturan resmi sudah sangat jelas melalui PP Nomor 76 Tahun 2020, yaitu :
SIM A: Rp120 ribu, SIM B1 Umum: Rp120 ribu, SIM C: Rp100 ribu.
Selisih tarif yang begitu ekstrem menimbulkan pertanyaan besar: ada apa sebenarnya di balik pengurusan SIM di Simalungun?, Mengapa angka yang keluar dari kantong warga bisa meroket berlipat -lipat?
Dugaan praktik pungli ini langsung menyeret nama Kasatlantas Polres Simalungun, IPTU Devi Siringoringo, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap jalannya pelayanan SIM. Publik mempertanyakan: apakah pimpinan tidak tahu, atau sengaja membiarkan?
Sejumlah aktivis dan pemerhati kebijakan publik menyebut kasus ini sebagai “indikasi kegagalan pengawasan” yang tidak bisa disepelekan. Bahkan, beberapa pihak menilai bahwa Kapolres Simalungun mesti turun tangan langsung untuk membersihkan dugaan praktik kotor di jajarannya.
Beberapa suara masyarakat muncul dengan nada keras. Mereka menilai Satpas seharusnya menjadi wajah transparansi Polri – bukan tempat yang menekan warga dengan tarif tak wajar.
Hingga berita ini diturunkan, baik Kapolres Simalungun maupun Kasatlantas IPTU Devi Siringoringo belum memberikan pernyataan resmi.
Diamnya pihak kepolisian justru membuat situasi semakin panas, memicu kecurigaan dan perdebatan di publik.
Warga kini menunggu langkah tegas:
Apakah Polri akan membersihkan dugaan praktik yang merusak nama institusi?, Ataukah kasus ini kembali tenggelam seperti isu-isu pungli sebelumnya?
Satu hal pasti – kepercayaan masyarakat sedang dipertaruhkan. Satpas yang seharusnya menjadi tempat pelayanan publik kini justru berada di ujung sorotan paling tajam. ( Tim ).






