Medan !!!!! Kompakonline.com – Forum Warga Ade Irma Siantar Korban Mafia Tanah disingkat For- WARASKITA), komunitas warga Jalan Ade Irma Suryani No. 06, Kel. Melayu, Kota Pematangsiantar yang mengaku korban mafia tanah, menggelar aksi demo di PTTUN Medan, 5/2/2025, untuk mendesak agar dalam mengadili perkara banding Putusan PTUN Medan Nomor 78/G/2024/PTUN Medan Ketua PTTUN Medan menunjuk hakim tinggi yang berintegritas dan sanggup menolak suap.
Adapun aksi massa For WARASKITA ke PTTUN Medan dipimpin oleh Insari Masitha Siregar selaku Penanggungjawab Aksi dan Bill Fatah Nasution selaku Koordinator Aksi, bermaksud menemui Ketua PTTUN Medan, Dr. Arifin Marpaung, SH, M.Hum, untuk menyampaikan aspirasi terkait perkara banding Putusan PTUN Medan Nomor 78/G/2024/PTUN MDN.
Tiba di PTTUN Medan, peserta aksi membentangkan spanduk tunggal bertuliskan : “Miris, Hanya Modal SHGB, Tanah Kami Diklaim PTPTM IV, Padahal jauh sebelumnya kami telah menguasai Tanah”, sambil menyanyikan lagu- lagu aksi serta mengusung sejumlah poster yang mengecam integritas hakim tingkat pertama. Diantaranya : “Kami punya bukti, tapi dikalahkan. Lawan tanpa bukti tapi dimenangkan. Dimana keadilan?”. “Enak tenan mafia tanah, beli Sertifikat, Beli Hukum, Kuasai Tanah”. “Dengarlah suara rakyat, bukan suara uang”, “Hakim, jangan tutup mata dan telinga, dengarlah jeritan rakyat”.
Beberapa saat setelah Bill Fatah Nasution, Rifki dan Chairil orasi secara bergantian, Kahumas PTTUN Medan, H. Mochamad Arief Pratomo, SH, MH dan sejumlah tim lainnya pun datang menghampiri massa aksi dan menjelaskan Ketua PTTUN Medan, Dr. Arifin Marpaung, SH, M.Hum, tidak berada di tempat sehingga ia ditugaskan untuk menerima peserta aksi. Dihadapan Arief Pratomo dan tim, Rifki membacakan dan menyerahkan Pernyataan Aksi berjudul : “Ketua PTTUN, berikan kami Hakim yang berintegritas dan sanggup menolak suap”,
Dalam pernyataan aksi, Rifki menjelaskan bahwa peserta aksi adalah korban mafia tanah. Disebutkan, para warga setidaknya sejak tahun 1943 telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah seluas +/- 1.302 M2 dan bangunan rumah di Jalan Ade Irma Suryani No. 06, Kelurahan Melayu, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. Meski para warga tidak/ belum memiliki surat atau alas hak apalagi sertifikat atas objek tanah tersebut, tetapi mereka memiliki fakta- fakta hukum berupa bangunan rumah yang dibangun sendiri maupun diperoleh dari peninggalan leluhur, kemudian bukti sebagai subjek PBB, PLN dan PDAM Tirta Uli Pematangsiantar, foto- foto dokumentasi keluarga termasuk administrasi kependudukan dan lain- lain yang menunjukkan bahwa para warga telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah dalam objek sengketa.
Terindikasi Mafia Tanah
Namun sekitar Maret 2024 para warga mendapatkan informasi dari PTPN IV, bahwa tanah dan bangunan rumah tempat tinggal para warga merupakan aset PTPN IV berdasarkan SHGB No. 1159 Tahun 2018), yang diperbaharui dari SHGB No. 758 Tahun 1998. Menurut For WARASKITA, penerbitan SHGB tersebut terindikasi kuat sebagai “produk” mafia tanah. Alasan pertama, terbitnya SHGB Nomor 758 Tahun 1998 yang diperpanjang atau diperbaharui menjadi SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 an. PTPN IV, , dilakukan tanpa sepengetahuan dari para warga yang secara fisik telah menempati dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah dalam setidaknya sejak tahun 1943.
Kedua, PTPN IV menyatakan dulunya objek tanah dan bangunan diatasnya tersebut dipergunakan sebagai “gudang teh” dan “perumahan karyawan kebun”. Faktanya di lokasi dan bangunan rumah dalam objek sengketa “tidak ada dan tidak pernah ada” gudang teh maupun perumahan karyawan kebun. Ketiga, sejak SHGB Nomor 758 Tahun 1998 terbit dan berakhir, hak guna bangunan PTPN IV “tidak pernah diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan/ atau tidak diperlihara…”, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 40 huruf e, UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang UUPA, Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 36 ayat (2) PP No. 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, hak guna bangunan dalam SHGB Nomor 758 Tahun 1998 seharusnya “Dihapus”, karena tidak memenuhi syarat untuk diperbaharui. Keempat, dalam SHGB Nomor 758 Tahun 1998 yang diperbaharui menjadi SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 asal tanah disebut Tanah Negara, sedangkan berdasarkan faktual asal tanah bukan Tanah Negara melainkan tanah perkampungan tempat tinggal para warga.
Para Warga Dikalahkan
Para warga telah menggugat keabsahan SHGB Nomor 1159 Tahun 2018 ke PTUN Medan dengan Register Perkara Nomor : 78/ G/2024/PTUN MDN. Di persidangan para warga telah membuktikan telah bertempat tinggal dan/ atau menguasai tanah dan bangunan rumah secara turun temurun dan terus menerus sejak tahun 1943 atau jauh sebelum terbitnya SHGB Nomor 758 Tahun 1998 dan SHGB Nomor 1159 Tahun 2018. Sebaliknya, Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar dan PTPN IV, justru tidak memiliki bukti apapun yang cukup untuk menyangkal dalil – dalil dan bukti Para Penggugat.
Dalam putusan perkara, ternyata para warga Dikalahkan. Hakim tidak mempertimbangkan bukti – bukti surat dan saksi yang diajukan di persidangan. Warga kecewa. Warga Banding. Padahal menurut Rifki, substansi persoalan hukum gugatan para warga sangat sederhana. Pertama, apakah SHGB dapat diterbitkan di atas tanah dan bangunan rumah tempat tinggal yang dikuasai orang lain?. Kedua, apakah hak guna bangunan yang “tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan/ atau tidak dipelihara” dapat diperpanjang atau diperbaharui menurut hukum?. Ketiga, apakah tanah perkampungan tempat tinggal para warga dapat diberikan menjadi hak guna bangunan kepada pihak lain?.
Para warga menduga, dalam memutuskan perkara ini ada “sesuatu yang salah”. Mungkin tak sengaja, tapi lebih mungkin disengaja karena pengaruh “sesuatu”. Kecurigaan itu muncul karena tak sedikit hakim yang rakus dan serakah dengan uang dan harta. Kasus 3 (tiga) hakim PN. Surabaya yakni ED, M dan HH serta eks Ketua PN Surabaya inisial RS, ditangkap Kejagung RI karena diduga terima suap miliaran rupiah untuk membebaskan terdakwa pembunuhan berinisial RT. Maka Rifki meminta agar Ketua PTTUN Medan memilih Hakim yang berintegritas dan sanggup menolak suap, agar perkara para warga diadili secara objektif.
Sebelumnya Demo di PTUN Medan
Sebelumnya dihari yang sama, massa For WARASKITA juga menggeruduk Kantor PTUN Medan pemutus Gugatan TUN Nomor 78/G/2024/PTUN MDN. Massa aksi di sana juga menggelar orasi dan menyerahkan pernyataan aksi ke Kepala Humas PTUN Medan, karena Ketua PTUN Medan, Herisman, SH, S.Sos, MAP, MH, dilaporkan tidak berada ditempat.
Dalam pernyataan aksinya, Bill Fatah Nasution selaku Penanggungjawab Aksi menyampaikan pesan agar Hakim yang terhormat tidak menggadaikan hukum dan keadilan hanya demi uang dan harta. “Para warga kecewa dengan putusan Anda. Anda terkesan gelap mata. Semoga Allah tidak murka kepada Anda”, kata Bill menutup pernyataannya. ( JS ).