Pematangsiantar !!! Kompakonline.com -Berdasarkan UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantarsan Tidndak Pidana Korupsi, yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Jelas menyebutkan bahwa Korupsi merupakan tindakan yang telah melanggar prinsip integritas, moralitas, dan profesionalisme dalam administrasi publik. Korupsi juga dapat merujuk pada tindakan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi, baik secara finansial maupun non-finansial.
Demikian disampaikan oleh Dr. Sepriandison Saragih SH, CLA, C.Med Dosen Universitas HKBP Nommensen Siantar, Selasa ( 22 / 04 / 2025 ).
Dijelaskannya bahwa UU No 20 Tahun 2001 juga mencantumkan beberapa jenis korupsi yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi hukum. Beberapa contoh jenis korupsi yang dilarang tersebut antara lain :
Korupsi aktif : Tindakan korupsi yang dilakukan oleh seseorang yang menawarkan atau memberikan suap kepada pejabat publik atau swasta.
Korupsi pasif : Tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik atau swasta yang menerima suap dari pihak lain.
Penyalahgunaan wewenang: Tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki oleh pejabat publik untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Pada kesempatan ini, Akademisi ini menyingung penetapan tersangka An. Drs. Julham Situmorang (Kadis Perhubungan Kota Pematangsiantar).
Diutarakannya, beberapa waktu yang lalu, santer pemberitaan dimedia cetak/online termasuk Medsos atas ditetapkannya Drs. Zulham Situmorang (Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar) telah ditetapkan sebagai TERSANGKA oleh Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Polres Pematangsiantar, yang dijerat dengan Pasal 12 huruf E subsider Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001Tentang Perubahan Atas UU Tindak Pidana Korupsi. Dan penyidik Polres Pematangsiantar telah mengirimkan Surat Perintah dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, namun pada tanggal 10 Maret 2025 Pihak Kejaksaan mengembalikan berkas karena ada unsur yang harus dilengkapi oleh Penyidik.
Disampaikan Sepriandison bahwa penetapan Tersangka oleh Penyidik Polres Pematangsiantar, merupakan tindakan penyidik berupa penetapan atas diri seseorang, yang sebelumnya bukan sebagai orang yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana menjadi orang yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Sederhananya, penetapan tersangka merupakan tindakan penyidik berupa menetapkan seseorang menjadi tersangka. Dari pengertian itu, maka penetapan tersangka merupakan suatu tindakan administrasi yang dilakukan oleh penyidik. Apabila penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik, maka dapat dikatakan sebagai bagian dari proses penyidikan.
Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undangundang untuk mencari dan menemukan bukti yang terjadi, dan guna menemukan tersangkanya. Kemudian mengenai penyidikan juga dapat dilihat dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU No. 2 Tahun 2002). Merujuk pada Pasal 1 angka 2 KUHAP jo. Pasal 1 angka 13 UU No. 2 Tahun 2002, maka penetapan tersangka oleh penyidik dilakukan setelah bukti permulaan terkumpul.
5. Tentunya Penetapan tersangka korupsi oleh Penyidik Polres Pematangsiantar Penyidik wajib juga harus berpedoman pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup. Penetapan tersangka ini didasarkan pada hasil penyidikan, pemeriksaan, dan interogasi.
6. Demikian halnya Penetapan tersangka ini juga harus berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014. Yang mana Putusan MK ini telah menyempurnakan ketentuan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dasar penetapan tersangka
· Penetapan tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, atau keterangan terdakwa.
· Penetapan tersangka juga harus disertai dengan pemeriksaan calon tersangka.
· Penyidik harus memiliki keyakinan secara objektif
Penetapan tersangka sebagai objek praperadilan
· Penetapan tersangka bisa diajukan ke praperadilan.
· Hakim praperadilan berwenang untuk memutuskan apakah penetapan tersangka terhadap seseorang sah secara hukum atau tidak.
· Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 telah memperluas objek praperadilan, termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka
Ia berharap Prosedur penyidikan dan penetapan tersangka harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan. ( JS ).