Pematangsiantar !!! Kompakonline.com –
Ketua Presidium PMKRI Cabang Pematangsiantar Maruli Tua Sihombing, melakukan pernyataan sikap dan Kritik terhadap Pemerintahan Walikota tdan Wakil Walikota Pematangsiantar di tiga isu utama yang dinilai mencerminkan kegagalan pengelolaan kota yaitu ketidakjelasan pembangunan Pasar Horas, maraknya gelandangan dan pengemis (gepeng), serta lambannya pengoperasian Terminal Tanjung Pinggir.
1. Ketidakjelasan Pembangunan Pasar Horas Yang Meresahkan
Proyek pembangunan Pasar Horas yang rencananya dibiayai melalui pinjaman dari Bank Sumut menjadi sorotan utama karena ketidakjelasan perencanaan dan pelaksanaannya.
Meski diharapkan memodernisasi pusat ekonomi kota, PMKRI mempertanyakan transparansi pemerintah kota terkait proyek ini.
“Kami meminta kejelasan mengenai jadwal pembangunan, mekanisme relokasi pedagang, dan dampak proyek terhadap perekonomian lokal. Pedagang kecil berhak tahu nasib mereka”, tegas Maruli Tua Sihombing.
Selain itu, sambung Maruli tentang kondisi trotoar di sekitar Pasar Horas yang rusak dan tidak ramah pejalan kaki juga mencerminkan lemahnya perencanaan infrastruktur pendukung.
PMKRI mendesak Wali Kota untuk membuka dialog terbuka dengan pedagang dan masyarakat guna memastikan proyek Pasar Horas berjalan transparan dan inklusif.
2. Maraknya Gelandangan dan Pengemis Sehingga Gagalnya Program Sosial
Masalah GePeng di Pematangsiantar, terutama di sekitar Pasar Horas dan Jalan Merdeka, semakin meresahkan. Penertiban yang dilakukan Pemkot bersama Polres dinilai hanya bersifat sementara dan tidak menyentuh akar masalah.
PMKRI mencatat adanya eksploitasi anak di bawah umur sebagai gepeng, yang menunjukkan kegagalan Dinas Sosial dalam pengawasan dan pemberdayaan maka hendaknya Wali kota mengevaluasi secara menyeluruh Baik Kepala Dinas nya serta kepala bidang yang menangani hal tersebut.
“Kami mendesak Wali Kota untuk membentuk satuan tugas khusus yang fokus pada rehabilitasi dan pemberdayaan gepeng, termasuk anak – anak yang dieksploitasi”, ujar Mahasiswa Universitas Efarina itu.
Sebagai organisasi mahasiswa yang berpihak pada kaum marginal, PMKRI menilai pendekatan represif seperti penertiban tidak cukup.
Tanpa solusi jangka panjang, masalah ini hanya akan terus berulang dan merusak citra kota serta kenyamanan warga.
3. Pengoperasian Terminal Tanjung Pinggir Janji Yang Tak Kunjung Terealisasi
Terminal Tipe A Tanjung Pinggir, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Februari 2023 dengan anggaran lebih dari Rp.43 miliar, hingga kini belum beroperasi optimal. PMKRI mengkritik lambannya tindak lanjut Wali Kota meskipun ia telah menginstruksikan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk segera mengoperasikan terminal tersebut pada Maret 2025.
“Terminal ini seharusnya menjadi pusat ekonomi baru dan mengurangi kemacetan di pusat kota, tetapi hingga kini hanya jadi monumen megah tanpa fungsi”, tegas Maruli.
PMKRI menilai kegagalan ini mencerminkan kurangnya koordinasi dengan pihak terkait, seperti Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD).
PMKRI juga meminta Wali Kota segera memindahkan terminal liar yang berada di pusat kota ke Terminal Tanjung Pinggir, sebagaimana janji yang diungkapkan di DPRD pada Maret 2025 untuk menyelesaikannya setelah lebaran.
Tuntutan PMKRI
PMKRI Pematangsiantar mendesak Wali Kota Wesly Silalahi untuk segera bertindak dengan langkah konkret :
1. Meningkatkan transparansi dan perbaikan infrastruktur pendukung Pasar Horas, termasuk trotoar.
2. Meluncurkan program rehabilitasi dan pemberdayaan untuk mengatasi masalah gepeng.
3. Memastikan pengoperasian penuh Terminal Tanjung Pinggir sebelum akhir 2025.
“Kami ingin Wali Kota menunjukkan komitmen nyata, bukan sekadar janji seremonial”, tutup Maruli Tua Sihombing. ( Tim ).